Kamis, 25 Desember 2014

Kebablasan dalam Toleransi (Nita Nopiyana)



 Setiap akhir tahunnya yaitu memasuki bulan Desember muncul sebuah makna toleransi agama secara berjamaah, khususnya toleransi dalam penyambutan hari besar Nasrani yaitu perayaan natal. Hampir semua tempat umum mulai dari  pusat kota, tempat perbelanjaan, tokoh buku, supermarket disulap layaknya tempat peribadatan mereka. Aksesoris natal sangat dominan disudut sudut tempat, mulai dari lonceng, gambar gambar, pohon natal, bahkan tak ketinggalan para pelayan tokoh serta pegawai mengenakan  atribut atribut natal, mulai dari topi santa sampai orang yang  layaknya santa claus. Pengunjung  di tokoh tokoh dipaksakan mendengar lagu lagu rohani yang sengaja diputar disetiap tempat. Tak hanya sebatas itu saja perayaan acara natal bersama pun digelar secara umum mulai dari instansi maupun tingkat pemerintahan.
 
Motif di balik Perayaan
Indonesia dengan kependudukan muslim mencapai 88% atau 210 juta orang. Namun kenapa justru setiap perayaan hari raya agama nasrani lebih dominan dan terlihat glamour dalam perayaannya?
Banyak motif yang terjadi dibalik perayaan natal. Misalnya saja motif ekonomi dengan perayaan secara besar besaran seprti itu para pembisnis yang menjual produk natal dimana saja mampu meraup keuntungan yang melimpah khususnya  dinegeri muslim ini. Dalam perayaan natal mereka mengundang penguasa dan para pejabat untuk menghadiri perayaan tersebut. Mereka tak menghiraukan apakah yang diundang nonmuslim ataupun muslim. 

Momentul perayaan natal juga dijadikan untuk menanamkan ide sinkretisme dan pluralisme.  Ide sinkretisme yaitu pencampuradukan ajaran agama agama. Dalam hal ini konteks natal dan tahun baru  dengan ide ini tampak terlihat bagaimana mereka menyerukan agar masyarakat berpartisipasi untuk merayakan natal dan tahun baru. Termasuk mengucapkan selamat natal dan tahun baru.  Padahal dalam islam terdapat batasan-batasan dan aturan yang menyangkut  keimanan dan kekafiran bukan justru bebas tanpa batas.
Begitupun dengan pluralisme,  Ide ini mengajarkan bahwa beranggapan semua agama itu sama dan semua agama benar. Khususnya dalam perayaan natal para muslim didorong untuk menerima kebenaran bahwa ajaran kristen itu benar dengan konsep trinitasnya yang mengatakan bahwa Yesus itu adalah anah Tuhan. Akibatnya akidah umat menjadi tergadaikan. 

Toleransi yang kebablasan
Islam menganggap bahwa toleransi (tasamuh) adalah membiarkan suatu agama tertentu melakukan perayaan agama mereka bukan justru ikut serta perayaan.  Toleransi artinya sikap membiarkan (menghargai),lapang dada (kamus Al Munawir,hlm. 702, Pustaka Progresif,cet 14).

Fakta dilapangan justru sebaliknya khususny di negara ini yang dikatakan bahwa Indonesia mayoritas muslim. Banyak tokoh menyebut bahwa tidak ada negara muslim di dunia  yang paling toleran dalam perayaan agama kecuali Indonesia. Kaum minoritas mendapat perlindungan dan kebebasan untuk melakukan apapun yang mereka inginkan. Deretan pemimpin dari golongan minoritas saat ini berhasil menduduki jabatan penting, mulai dari panglima, TNI, menteri, gubernur, walikota, dan jabatan lainnya. Bahkan untuk perayaan perayaan hari besar nasrani maupun agama tertentu dijadikan libur nasional. Sebaliknya dinegara yang melahirkan konsep demokrasi serta kebebasan yaitu di Eropa dan Amerika justru minoritas muslim tidak mendapat tempat kebebasan dalam beribadah, pun mengenakan atribut seperti mengenakan kerudung  bagi  wanita di Prancis saat ini pun masih dilarang. 

Islam Toleransi
Toleransi dalam islam yaitu membiarkan umat lain menjalankan ritual agamanya, termasuk perayaan  bukan memaksakan umat lain kepada islam atau sebaliknya.
Rasulullah  saw. sebagai teladan kita juga mencontohkan bagaimana beliau melakukan sikap toleransi kepada non muslim. Rasulullah menjenguk orang non muslim yang sedang sakit, Rasulullah berbuat baik kepada mereka, serta Rasulullah tidak pernah membeda bedakan muslim dan non muslim. Perlakuan Rasul ketika menjadi pemimpin negara islam  dilakukan dengan adil. Bahkan toleransi islam yang tercatat dalam sejarah khilafah Ustmaniyah. TM Arnold dalam bukunya, “The Preaching of islam, menyatakan  “Perlakuan terhadap warga Kristen oleh pemerintah Ottoman (khilafah Turki Usmani) selama kurang lebih dua abad setelah penaklukan Yunani-telah memberikan contoh toleransi keyakinan yang sebelumnya tidak dikenal didaratan Eropa...”

Dalam firman Allah juga dikatakan
“...Untuk kalian agama kaliand an untukku agamaku (QS. 109 : 6) 

Dari ayat ini jelas, umat islam haram untuk terlibat dalam peribadatan pemeluk agama lain. Umat islam juga haram merayakan hari raya agama lain, bagaimana pun bentuknya walau hanya sekedar mengucapkan ataupun mengunjungi perayaan tersebut.  Begitupun dengan atribut natal yang merupakan bagian dari perayaan. Mengenakan atribut tersebut juga berarti menyerupai mereka. Rasulullah telah melarang perbuatan tersebut :
“Siapa saja yang menyerupai suatu kaum maka dia bagian dari mereka “(HR. Abu Dawud dan Ahmad). 

Kondisi saat ini umat sungguh tak terjaga dari sisi aqidah maupun aturan kehidupan kehidupan. Umat pun berada dalam kondisi terjebak oleh sistem kebebasan yang justru tidak dibenarkan bahkan diharamkan dalam islam. Sudah saatnya umat membutuhkan pemimpin yang berfungsi sebagai perisai dan penjaga dari berbagai ide dan sistem yang bukan lahir dari islam. Hanya dengan perjuangan melanjutkan kehidupan islam yaitu penegakkan syariah islam secara paripurna dan khilafah akan menyelamatkan umat dan menyatukan negara negara muslim yang tersekat.

Wallahu a’lam bi shawab.



Tidak ada komentar:

Posting Komentar