Minggu, 28 April 2013

Hidup Ini Pilihan, Atau Takdir

Hidup Ini Pilihan, Atau Takdir?

Ya sudahlah.. percuma aku berusaha lebih keras lagi, ini sudah takdirku…
Untuk apa menda’wahkan Islam untuk memperbaiki ummat?!
kenyataan bahwa kaum muslim kini terpuruk sudah takdir yang diberikan Allah…

Semua penderitaan kita sudah tertulis di Lauh al-Mahfudz,
jadi walaupun kita terus berjuang merubah kemunkaran, tidak akan ada yang berubah!

Sudah garis tangannya si fulan untuk menjadi ustadz yang paham agama,
sedangkan aku garis tangannya menjadi pengusaha,
oleh karena itu bukan urusanku untuk menyampaikan agama Islam..

Rizki itu di tangan Allah, semua sudah ditentukan sebelum kita dilahirkan di dunia,
jadi jangan kuatir dengan rizki, kalau memang rizki itu milik kita,
ia akan datang walaupun kita tidak mengusahakannya…

Kegagalan saya bukanlah kesalahan saya, melainkan sudah takdir dari yang Maha Kuasa…

Kata-kata takdir seringkali membatasi manusia dari melakukan yang terbaik dari dirinya, menjadi yang terbaik, dan merubah sesuatu yang berada di depannya. Kata ini seolah-olah menjadi legitimasi bagi seseorang untuk melakukan aktivitasnya secara minimalis dan menjadi alasan khususnya bagi kaum muslim untuk menghindar dan mengelak dari seruan Tuhan mereka.
Kesalahan pandangan terhadap konsep takdir biasanya dimulai dari tidak tepatnya seseorang mengartikan ketiga hal yang berkaitan dengan Allah, yaitu Ilmu Allah, Kehendak Allah dan Lauh al-Mahfudz. Mereka yang berpandangan salah tentang konsep takdir merasa bahwa apa yang mereka lakukan dan yang terjadi di dunia sudah diketahui oleh Allah sebagai yang Maha Tahu, sudah dikehendaki Allah sebagai yang Maha Berkehendak serta sudah tertulis di dalam Lauh al-Mahfudz. Sehingga sebagai manusia, makhluk yang terbatas, mereka merasa terpaksa berada dalam kondisi yang memang sudah ditentukan oleh yang Maha Kuasa. Padahal ketiga hal tersebut, yaitu Ilmu Allah, Kehendak Allah dan Lauh al-Mahfudz tidak boleh sekali-kali dicampuradukan dengan pembahasan takdir, karena tidak seorangpun yang mengetahui ilmu Allah, seperti apa Allah berkehendak atas dirinya, dan juga tidak mengetahui apa yang tertulis di dalam Lauh al-Mahfudz.
Ada sebuah ilustrasi yang sangat masyhur, adalah seorang pencuri yang tertangkap dimasa pemerintahan Islam sedang jaya-jayanya. Sang pencuri ini tengah diproses oleh seorang Hakim. Lalu si pencuri berkata membela diri ”Wahai tuan hakim, sungguh tidak pantas tuan menghukum saya”, dia melanjutkan ”karena apa yang saya lakukan ini sesungguhnya sudah diketahui oleh Allah dan Allah membiarkannya (mengizinkannya), dan sesungguhnya Allah-lah yang berkehendak atas terjadinya pencurian ini, dan kita semua tahu, di Lauh al-Mahfudz sesungguhnya telah tertulis semua aktivitas kita dari mulai dilahirkan sampai kita menemui ajal, termasuk pencurian ini sesungguhnya telah tertulis di kitab tersebut, sehingga tidak pantas tuan hakim menjatuhkan hukuman kepada saya, karena perbuatan ini bukan karena kehendak saya”. Hakim tersebut lalu berfikir tentang hal tersebut, setelah lama berfikir akhirnya ia mengeluarkan keputusan untuk menghukum si pencuri itu. ”Baik, masukkan dia kedalam sel penjara!”, ujarnya. Si pencuri protes kepada tuan hakim dengan penjelasannya yang panjang lebar tadi, yang intinya adalah pencurian itu bukan kehendaknya tetapi kehendak Allah, atau sudah nasibnya. Sang hakim pun berkata dengan tenang ”Sebenarnya saya tidak mau menjatuhkan hukuman kepadamu, tetapi bagaimana lagi, ini juga kehendak Allah, dan di Lauh al-Mahfudz juga sudah tertulis pada hari ini dan waktu ini saya mengeluarkan hukuman penjara bagimu!”
Ilustrasi diatas memberikan kita kejelasan, bahwa si pencuri mencoba mencampuradukkan Ilmu Allah, Kehendak Allah dan Lauh al-Mahfudz dalam pembahasan takdir, sehingga pembahasan takdir menjadi kacau. Dan sampai sekarangpun masih banyak kelompok atau individu yang salah memahami konsep takdir, sehingga termasuklah mereka kedalam kaum fatalis, yaitu kaum yang menganggap bahwa manusia seperti daun yang terombang ambing di permukaan air, dengan kata lain, manusia tidak mempunyai pilihan untuk mengarahkan hidupnya. Kaum fatalis ini menganggap masuknya manusia kedalam surga ataupun kedalam neraka sesungguhnya telah ditentukan sejak awal, dan manusia tidak memiliki kekuatan untuk mengubahnya.
Sehingga, jika kita menginginkan untuk berfikir efektif dan produktif, hendaknya kita tidak boleh mencampuradukkan pembahasan takdir dengan Ilmu Allah, Kehendak Allah dan Lauh al-Mahfudz. Tidak kita sangsikan bahwa Allah pasti mengetahui segala sesuatu yang terjadi pada dunia yang diciptakan-Nya, ia juga mengetahui semua perbuatan hamba-Nya, baik yang telah kita perbuat, yang sedang kita buat maupun yang akan kita perbuat. Dan kita pun tahu bahwa apa pun yang menjadi kehendak Allah pastilah terjadi diatas muka bumi ini. Kita pun yakin bahwa semua perbuatan kita dari lahir hingga mati sesungguhnya telah tertulis di Lauh al-Mahfudz. Tetapi, semua itu tidak berarti kita tidak bisa memilih apa yang kita perbuat. Sebagai contoh, Allah sudah mengetahui dan berkehendak Anda membaca artikel ini. di Lauh al-Mahfudz pun sudah tertulis, pada tanggal ini jam sekian Anda membaca sampai pada pembahasan takdir ini. Tetapi Anda juga ingat bahwa ketika berada di website ini Anda bisa memilih dengan bebas apakah artikel ini ataukah artikel lain yang Anda baca. Dengan kata lain, Anda memiliki pilihan untuk melakukan sesuatu, memilih sesuatu dan menjadi sesuatu. Kehendak bebas atau kesempatan memilih yang diberikan Allah kepada manusia inilah yang akhirnya melahirkan konsekuensi logis, yaitu pertanggungjawaban manusia atas perbuatan-perbuatan yang dipilih olehnya. Pertanggungjawaban ini di akhirat kita sebut dengan prosesi hisab. Di dunia pun, sudah sewajarnya bila kita dimintai pertanggungjawaban atas apa yang dipilihnya.
Pada seorang individu, selain perbuatan-perbuatan atau kejadian-kejadian yang bisa dipilih dan berada di dalam kendali manusia untuk memilihnya, ada juga kejadian-kejadian dimana manusia tidak mempunyai pilihan atasnya, dan dipaksakan terjadi atas manusia itu, serta sudah ditetapkan atas manusia, baik dia suka maupun tidak, misalnya manusia pasti akan mati, wanita memiliki kemampuan melahirkan, pria memiliki kecenderungan kepada wanita, matahari terbit dari timur dan terbenam di barat, bencana alam yang terjadi dan lain-lain. Dalam hal ini, Allah tidak memberikan ruang kepada manusia untuk memilih, sehingga apapun yang terjadi, manusia tidak perlu atau tidak akan dimintai pertanggungjawaban atas apa yang terjadi, karena hal itu tidak dapat dipilihnya. Di dunia pun anda tidak akan dimintai pertanggungjawaban atas hal yang tidak bisa anda pilih. Misalnya, tidak seorang pun bertanya kepada Anda, kenapa anda adalah seorang pria? atau bertanya kepada Anda, mengapa matahari terbit dari timur? Mengapa manusia akan mati?. Sekali lagi, dalam hal yang tidak bisa kita pilih, kita tidak akan dimintai pertanggungjawaban atas apa yang terjadi pada diri kita maupun orang lain.
Sederhananya adalah, kejadian-kejadian yang terjadi pada manusia bisa dikelompokkan dalam dua bagian. bagian pertama adalah kejadian yang terjadi pada diri manusia yang dapat dipilih, bagian kedua adalah kejadian yang terjadi pada diri manusia yang tidak dapat dipilih, atau dipaksa terjadi atasnya. Pada bagian pertama, kita bisa memilih perbuatan atau kejadian sesuai keinginan kita, karena itulah kejadian itu akan dimintai pertanggungjawaban. Hal ini berarti, menjadi rajin ataupun menjadi malas, menjadi orang yang amanah atau yang khianat, menjadi seorang pemarah atau penyabar, menaati perintah Allah atau membangkangnya adalah sesuatu yang dapat kita pilih.
Sedangkan pada bagian kedua, kita dipaksa menerima kejadian itu dan tidak diberikan pilihan, inilah yang kita sebut takdir. Dan terhadap takdir atau ketetapan yang diberikan kepada kita, baik atau burauknya itu menurut kita, maka kita wajib mengimaninya, dan yakin bahwa itu yang terbaik untuk kita yang berasal dari Allah swt. Prakteknya dalam kehidupan sehari-hari, jika sesuatu terjadi atas kita ataupun terhadap orang lain, dan itu tidak dapat dipilihnya, maka kita tidak boleh protes atau mengeluh secara berlebihan, serta tidak boleh menyalahkan diri sendiri atas kejadian itu. Karena itu semua berasal dari Allah, dzat yang maha memberi ketetapan, dan apa yang diberikan oleh-Nya pasti baik.
Setelah pembahasan ini, kita menyadari bahwa tidak sepatutnya kita menyalahkan takdir atas kejadian-kejadian yang sebenarnya bisa kita pilih. Apa yang terjadi di masa yang lalu mungkin beberapa diantaranya termasuk dalam hal yang bisa kita pilih. Masa depan pun sesungguhnya bisa kita pilih, ingin menjadi apakah Anda?
follow @felixsiauw for more :)


sumber: www.felixsiauw.com

Bergabung di Gerakan Islam Yang Mana?


Bergabung di Gerakan Islam Yang Mana? 1. banyak yang menanyakan dengan rasa takut | “banyaknya kelompok dan gerakan Islam hari ini, lalu kepada siapa kita mengikut?”
2. ada baiknya sebelum kita menjawab dan menelaah | sedikit kita sampaikan hadits dari lisan yang mulia Rasullah
3. “Sebaik-baik manusia adalah (yang hidup) di zamanku, kemudian yang setelahnya, kemudian yang setelahnya” (HR Bukhari Muslim)
4. maksud hadits diatas sudah tentu pasti | yaitu generasi terbaik adalah sahabat Nabi | mereka hidup satu zaman di zaman Nabi
5. shahabat paling paham soalan Islam | mereka bertempur dan berdamai dengan Rasulullah | mereka menjalani kehidupan Islam siang-malam
6. Allah menyifati semua shahabat dalam QS 48:18 | tentang ridha-Nya pada shahabat
7. “Sesungguhnya Allah telah ridha terhadap orang-orang mukmin ketika mereka berjanji setia kepadamu di bawah pohon” (QS 48:18)
8. shahabat adalah generasi terbaik | dan tentu yang mengikutinya pun orang-orang yang baik | mereka disebut tabi’in (pengikut shahabat)
9. bisa dimaknai juga bahwa tabi’in dalam bahasa english adalah followers | tabi’in bisa dimaknai the ‘followers of the companions’
10. siapa tabi’in ini? | yaitu generasi setelah shahabat yang mengikuti shahabat (companions of Rasulullah) | mulianya mereka
11. tabi’in ini semisal | Sa’id bin Al-Musayyab (w 90H) atau Sa’id bin Jubair (w 95H) atau Al-Hasan Al-Bashri (w 110H)
12. tabi’in ini juga punya pengikut (followers) | ini namanya tabi’ut tabi’in (follwers of the followers of the companions of Rasulullah)
13. jadi yang dimaksud Rasul sebagai manusia terbaik itu ketiga generasi | 1) shahabat, lalu 2) tabi’in, lalu 3) tabi’ut tabi’in
14. tabi’ut tabi’in ini semisal | Imam Malik bin Anas (w 179 H) dan Imam Abu Hanifah Nu’man bin Tsabit (w 150H)
15. adapun murid-murid mereka semisal | Muhammad bin Idris Asy-Syafi’i dan Ahmad bin Hanbal | insyaAllah termasuk yang mengikuti mereka
16. inilah generasi shahabat – followers shahabat – followersnya followers shahabat | tiga generasi terbaik yang wajib diikuti kita
17. tiga generasi terbaik ini juga dikenal sebagai generasi salaf (generasi terdahulu) | mengikuti manhaj (jalan) salaf berarti ikuti Rasul
18. insyaAllah siapapun yang mengikuti generasi salaf akan selamat | karena hakikatnya mereka mengikuti Rasulullah saw
19. lalu bagaimana dengan pertanyaan awal kita | “banyaknya gerakan, kemana mengikut?”
20. jawabnya sederhana “ikutilah gerakan manapun yang beraqidah Islam dan bermanhaj salaf” | yang mengikuti tiga generas terbaik Islam
21. perlu dipahami bahwa KEBENARAN itu satu | tapi yang mengambil KEBENARAN bisa jadi banyak | jadi gerakan yang benar bisa jadi tidak satu
22. QS 3:104 Allah bolehkan adanya banyak gerakan yang dakwahkan Islam, amar ma’ruf – nahi munkar | asal berdasar itu, gerakannya benar
23. apakah itu gerakan lokal seperti Muhammadiyyah atau Nahdhatul Ulama | insyaAllah mengikuti jalan salaf
24. atau gerakan internasional semisla Ikhwanul Muslimin atau Hizbut Tahrir | insyaAllah juga mengikuti jalan salaf
25. bila sama mengikuti jalan salaf, lalu mengapa tidak satu kelompok? | wallahua’lam mungkin inilah maksud Allah “berlomba dalam kebaikan”