Senin, 10 Oktober 2011

Rok Mini Versus Pakaian Syar'i




Belakangan ini, masyarakat Jakarta dikejutkan maraknya kasus pemerkosaan terhadap perempuan. Kejadian itu tentu menyisakan kenangan perih karena kehilangan kesucian yang berusaha dipertahankan. Kaum perempuan sebagai kalangan yang harusnya dilindungi justru mendapatkan ancaman kriminalitas. Mereka mendapatkan gejala serangan asusila yang mengorbankan harga diri.
Perkembangan suburnya kasus pemerkosaan sendiri sudah banyak terjadi. Tapi mulai ramai kembali menyusul kasus yang menimpa Livia, mahasiswa Binus pada 16 Agustus lalu. Korban menaiki angkot M 24 jurusan Slipi – Srengseng. Dirinya diperkosa dan mayatnya dibuang. Kejadian mengerikan ini memicu ketakutan banyak perempuan untuk naik angkot.
Belum selesai satu masalah pemerkosaan, masyarakat kembali dikejutkan pemerkosaan karyawati berinisial RS. Dirinya mengalami perampokan dan pemerkosaan saat menaiki angkot yang berputar di sepanjang Jl TB Simatupang. Salah seorang pelaku akhirnya dapat ditangkap dua minggu kemudian setelah korban melihat supir angkot pemerkosanya. Tanpa ampun, korban melaporkan ke kepolisan terdekat yang langsung meringkusnya.
Rentetan kasus pemerkosaan itu menambah deretan panjang kriminalitas perkosaan di Jakarta. Sebelumnya jumlah kasus perkosaan di Jakarta selama Januari hingga September 2011 mencapai 3753 kasus. Khusus di Jakarta terdapat 40 kasus. Sebagian besar korbannya dicekoki miras kemudian diperkosa dalam rumah. Sedangkan, tiga kasus pemerkosaan terjadi di angkutan umum.
Kerawanan angkutan umum langsung mendapat respons banyak pihak. Kalangan penegak hukum mengambil kebijakan merazia angkot. Supir tembak dan kaca gelap mobil angkot dianggap pokok persoalan maraknya perkosaan sehingga menjadi sasaran razia.
Tidak ketinggalan komentar Fauzi Bowo yang menyatakan bahwa pemerkosaan di angkutan umum muncul karena gaya busana minim. Bupati Aceh Barat Ramli Mansur juga menyatakan perempuan berbusana minim seakan minta dan layak diperkosa.
Menjawab tudingan para birokrat, banyak kaum perempuan merasa terlecehkan. Para perempuan penyuka rok mini berdemonstrasi dan menolak disalahkan. Sebaliknya, mereka menyalahkan ucapan keduanya yang dianggap menimbulkan polemik karena bias gender. Perkataan Foke dan Ramli dianggap menistakan korban yang seharusnya membutuhkan perawatan dan pertolongan fisik.
Rok Mini, sebuah kesalahan ?
Kecaman sekelompok perempuan itu memang dianggap sebuah kewajaran. Tapi bukan sebuah sikap bijak menyalahkan sepenuhnya komentar Foke dan Ramli. Sebab pencegahan dari tindakan kejahatan memang seharusnya dilakukan sejak dini. Sebab kejahatan timbul karena adanya aksi – reaksi. Pemakaian rok mini, perhiasan berlebihan dan pakaian ketat sangat rawan tindakan pelecehan seksual.
Hemat penulis, kita layak mengutuk perbuatan pemerkosaan yang melanda banyak kaum perempuan. Timbulnya tindak pemerkosaan di angkutan umum sangat meresahkan masyarakat utamanya kaum perempuan. Pelaku kejahatan layak dihukum berat atas perbuatannya merusak dan menghilangkan harga diri wanita.
Tapi perlu dipikirkan kembali pendapat Ketua MUI Amidhan. Beliau menegaskan kejahatan terjadi karena ada niat dan kesempatan. Perempuan berbusana ketat, rok mini dan mengumbar aurat dapat membuat syahwat lelaki bergejolak. Pemakaian busana yang meminggirkan aturan agama ditambah perhiasan berlebihan seperti memberikan kesempatan kepada orang lain membuat kejahatan. Apalagi di banyak kota besar banyak perempuan berpakaian tapi sesungguhnya “telanjang”.
Momentum maraknya pemerkosaan seharusnya menjadi ajang refleksi. Kalangan perempuan harus mengembalikan fitrahnya dengan menutup auratnya. Sebab potensi kejahatan seksual banyak dialami perempuan berbusana minim. Ada baiknya, mereka menutup tubuhnya berbalut jilbab dan busana yang sopan. Jika tidak sesuai syariat Islam, minimal menutup kaki sampai di bawah dengkul.
Islam sendiri sebagai agama sudah mengajarkan perempuan bagaimana melindungi dirinya. Syariat Islam meminta kaum muslimah menutup auratnya yaitu seluruh badan kecuali muka dan telapak tangan. Lebih tegas, Allah menyuruh muslimah untuk berjilbab. Pemakaian jilbab bertujuan agar tidak diganggu lelaki yang bukan muhrimnya.
"Hai Nabi! Katakanlah kepada isteri-isterimu, anak-anak perempuanmu dan isteri-isteri orang mu'min semua hendaklah mereka menghulurkan jilbab-jilbab mereka atas (muka-muka) mereka. Yang demikian itu lebih mendekati mereka untuk dikenal supaya mereka tidak diganggu." (al-Ahzab: 59)
Akhirnya hemat penulis, masalah perkosaan di angkutan umum ada dua solusi. Pertama, adanya kesalahan paradigma dari perempuan rok mini bukan sebuah kesalahan. Demonstrasi perempuan penyuka rok mini menjadi sebuah pemantik kejahatan seksual.
Sebaiknya, mereka intropeksi diri memakai busana sopan dan sesuai aturan agama. Jika perlu memakai jilbab sehingga tidak ada sejengkal aurat dapat dinikmati lawan jenisnya.
Kedua, lemahnya perlindungan hukum terhadap kaum perempuan. Pemerintah daerah dan penegak hukum harus mulai tegas terhadap pelaku kejahatan. Pengusutan laporan kejahatan seksual jangan berhenti pada berkas laporan saja. Pelaku harus ditangkap dan diberikan hukuman seberat – beratnya.
Pemerintah daerah dan dinas perhubungan juga harus menindak tegas oknum supir tembak dan kaca mobil angkutan umum. Ini penting demi mencegah kejahatan serupa terulang sekaligus memberikan jaminan keamanan terhadap penumpang perempuan.

with strunggle

"Dan Allah telah berjanji kepada orang2 yang beriman di antara kamu, dan mengerjakan amal-amal yang saleh bahwa Dia sungguh-sungguh akan menjadikan mereka berkuasa dimuka bumi, sebagaimana Dia telah menjadikan orang-orang sebelum mereka berkuasa
(QS. 24 : 55)


islam datang dlam keadaan terasing dan akan kembali lagi datang terasing ,disadari atau tidak oleh kaum muslim. maka banggalah wahai saudara2 ku menjdi orang2 berjuang demi dien Allah dan dianggap asing oleh orang lain.
karena kita lah yang menjadi orang-oarng yang istimewa .

menjadi istimewa butuh pengorbanan
memerlukan kesabaran dan keteguhan .
istimewa menjadi pusat perhatian.
ayyo tempah diri kita menjdi orang yang istimewa.

,

Hukum Safar Bagi Muslimah


Tidak sedikit muslimah yang melakukan safar tapi tidak mempedulikan hukum syara’ tentangnya. Bila orang awam tentu bisa dimaklumi, tapi bagaimana bila mujahidah dakwah melakukannya? Saya hanya mencantumkan pendapat Alamah Abu Rusytoh tentang masalah safar bagi muslimah. Semoga bermanfaat dan semoga Allah mengampuni dosa kita, khususnya para muslimah yang bersafar melanggar syariat.

-iwan januar-Safar Bagi Wanita

Hadits Rasul shollallaahu ‘alaihi wa sallam: “Tidak halal seorang wanita yang beriman kepada Allah dan Hari Akhir melakukan perjalanan selama sehari semalam, kecuali jika disertai mahram-nya.” Dikeluarkan oleh Muslim dari jalan Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu..Diharamkan baginya (seorang wanita) untuk melakukan perjalanan sendirian tanpa disertai mahram dalam rentang waktu yang disebutkan, yakni sehari penuh (24 jam), sehari semalam.

Nash tersebut menunjuk pada satuan waktu bukan pada satuan jarak. Maka seandainya ia melakukan safar dengan kapal terbang tanpa mahram sejauh seribu kilometer pulang-pergi tanpa berdiam dalam rentang waktu itu maka diperbolehkan baginya untuk melakukan hal tersebut. Namun seandainya dia bepergian dengan berjalan kaki hanya sejauh dua puluh kilometer tetapi memerlukan waktu melebihi sehari semalam, maka diharamkan baginya jika tidak dibersamai oleh mahram.Nash-nash yang disebutkan dalam masalah sholat qoshr dan kebolehan berbuka puasa berlaku pada jarak perjalanan sejauh empat Barid, atau sekitar 89 Km. Maka jarak dalam masalah qoshr ini berlaku bagi siapa saja yang melakukan perjalanan dengan jarak tersebut, baik dengan menggunakan pesawat terbang, dengan kapal, atau pun dengan berjalan kaki dibolehkan bagi mereka untuk melakukan qoshr, tanpa memandang seberapa lama perjalanan tersebut.

Sementara itu ibrah yang dipahami dalam masalah safar bagi perempuan yang tidak ditemani mahramnya adalah durasi waktu, yakni sehari semalam, tanpa memandang jaraknya. Maka apabila seorang perempuan tidak berdiam dalam rentang waktu tersebut, namun pergi dan kembali lagi sebelumnya (24 jam-pen), maka kepergiannya itu dibolehkan walau tidak bersama mahram. Sementara itu dalam masalah qoshr dan berbuka (sebagai rukhshoh-pent), maka ibrahnya adalah jarak, tanpa mempedulikan waktunya, sebentar atau pun lama.

Adapun masalah keamanan terhadap dirinya, maka itu masalah lain. Apabila keselamatan dirinya tidak disara aman kecuali dengan keberadaan mahram, maka dia tidak boleh bepergian meski pada saat tengah hari. Maka masalah keamanan terhadap dirinya itu merupakan permasalahan lain.

Yang dimaksud dengan mahram adalah laki-laki yang merupakan bagian dari para mahram si wanita. Adapun para perempuan yang terpercaya, maka sebagian ulama berpendapat dengannya, sementara kami mentarjih perjalanannya harus dengan mahram laki-laki untuk sampai pada jarak yang dikehendaki.

Orang yang bepergian untuk daurah dalam jangka tebatas, selama tiga bulan misalnya, maka hukumnya adalah hukum musafir, itu apabila dia tidak menjadikan negeri tempat daurah itu sebagai tempat mukim baginya. Karena ia hanyalah sebatas untuk pelaksanaan daurah kemudian setelah itu ia kembali ke negeri asalnya. Maka hukum yang berlaku dalam keadan demikian adalah hukum musafir. Adapun apa bila dia menjadikan negeri itu, yakni tempat daurah, sebagai tempat ia bermukim, maka dalam hal ini ia (harus) memutuskan masa safarnya kemudian mengambil hukum mukim.